Menjadi Kekasih Allah

Setiap sesuatu ada kadarnya, begitupun Allah menciptakan miliaran, triliunan bahkan hanya Allah sendirilah yang mengetahui tentang kadar jumlah ciptaan-ciptaan-Nya. Ada yang Allah ciptakan sekilas sederhana tapi setelah di telusuri memiliki jutaan keunikan tersendiri dari ciptaan-Nya yang lain.

Manusia adalah makhluk Allah swt yang paling unik. Esensi manusia telah banyak diteliti oleh para ilmuwan, berdasarkan disiplin ilmu masing-masing. Ada sisi jasmani, kejiwaan, perangai, sosial, pendidikan, kesehatan, spiritual dan sebagainya. Dari kurang lebih 7 miliar manusia, setiap individu memiliki keunikan tersendiri. Inilah hebatnya Allah swt.


Dari kalangan hamba Allah ada yang beriman dan ada pula yang kafir kepada Allah.

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
"Sesungguhnya telah kami berikan kepada (manusia)  jalan hidayah, sebagian ada yang beriman sebagian lagi ada yang kufur." (QS Al-Insan: 3)
Demikianlah manusia ada yang beriman, adapula yang kafir. Disini kita akan membicarakan tentang level-level keimanan, dari level beriman naik menjadi level orang yang dikasihi dan dicintai oleh Allah swt. 

Tiada keindahan yang melebihi kenikmatan seseorang itu menjadi "orang Allah", senantiasa dicintai dan dibimbing oleh Allah. Bagi orang ini hidup begitu indah karena senantiasa mendapatkan siraman cinta dan "romantisme" kehidupan dari Allah swt. Baginya kaya-miskin, susah-senang, menjabat atau sebagai rakyat baginya sama saja. Semua indah.

Orang seperti inilah yang Allah swt ceritakan dalam Al-Qur'an: 



مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


 “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S an-Nahl: 97).
Inilah kehidupan seorang kekasih Allah, selalu baik dalam setiap keadaan. Baginya dunia ini hanyalah hamparan lautan cinta dari Allah baginya, susahnya adalah senang dan senangnya adalah kebahagiaan. Secara zahir orang menganggap ia susah dalam perspektif "duniawi", kelihatan seperti susah, padahal senang. Baginya dunia bukan suatu beban. Bahkan kehidupannya senantiasa merasa diarahkan oleh Allah swt. 
Sebuah syair berbunyi, " Oh Ilahi, dunia ini adalah taman milik-Mu."


"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS Al-Baqarah: 164)

Kehidupan yang nyatanya adalah misteri , dan misterinya adalah kenyataan. Dunia dan segala isinya membutuhkan bimbingan dari Allah Azzawajallah. Tengoklah seekor burung pipit kecil, pernahkah dia ikut studi tentang bagaimana mendesain sangkar untuk rumahnya. Tidak, semua atas bimbingan pemilik taman raya, semesta ini.

Hemmmm, Yang menjadi pertanyaan bagaimanakah langkah untuk menjadi kekasih Allah agar senantiasa hidup dalam bimbingan hidayah dari-Nya...???
Ini pertanyaan yang susah-susah-gampang, kenapa...??? Karena untuk menjadi sesuatu yang diinginkan, mesti mengetahui ciri-ciri atau kriteria sesuatu yang diinginkan itu.  

Sebenarnya dengan mengetahui ciri-ciri dari seorang kekasih Allah, maka seseorang itu tinggal berusaha menyempurnakan kriteria untuk menjadi "sang kekasih".

1. Beriman 
Bagaimana standar iman yang dimaksud...???
ini adalah kriteria dari Allah langsung, yakni beriman kepada Allah Azzawajallah, sesuai dengan contoh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya r.hum.


وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُون 13
"Apabila dikatakan kepada mereka: `Berimanlah kamu sebagaimana imannya manusia. Mereka menjawab:` Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman? `Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu." (QS Al-Baqarah:13)

Dalam tafsir Jalalayn Imam Suyuthi rah.a mengatakan maksud imannya manusia adalah imannya Nabi dan para sahabatnya. 
Iman yang senantiasa diusahakan setiap waktu dan keadaan. Bagaimana cara meningkatkan iman...???
Sebuah ungkapan dari seorang ulama mazhab hambali, yakni Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdasi rahimahullah berkata,
الإيمان قول وعمل والإيمان قول باللسان وعمل بالأركان، وعقد بالجنان، يزيد بالطاعة وينقص بالعصيان

“Iman adalah ucapan dan amalan, iman mencakup ucapan lisan, amalan anggota tubuh dan keyakinan hati, bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.” [Lum’atul I’tiqod, hal. 26]
Jadi setiap perkataan dan perbuatan yang mengarah kepada ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan untuk meningkatkan iman. Yang paling afdhal adalah mendakwakan kalimat Laailahaillallah, sesuai dengan isyarat Rasulullah saw,

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ

“Iman itu memiliki 70 lebih atau 60 lebih bagiannya, yang paling afdhal adalah ucapan ‘laa ilaaha illallah’ dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan rasa malu adalah bagian dari keimanan.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan lafaz ini milik Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
Seluruh kehidupan Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya adalah gambaran bagaimana memperjuangkan iman, menjaga dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Kecintaan Kepada Allah dan Rasul-Nya
Yah cinta. Tanpa cinta hidup ini monoton, pasif tanpa pergerakan berarti. Disetiap kesibukan seseorang sadar atau tidak itu dialiri dengan irama cinta. Jika seseorang tidak cinta kepada Allah dan Rasul-Nya bagaimana bisa ia akan menjadi kekasih Allah...???
Dengan cinta apapun bisa dikorbankan. Demi cinta. Itulah uniknya cinta.
Bagaimana wujud cinta kepada Allah...??? Lihatlah kehidupan Sang Khalilullah Ibrahim as. Ia telah membuktikan cinta yang tulus kepada Allah. Kisah cinta dan pengorbanan Sang Khalilullah diabadikan dalam Al-Qur'an Surat Asshaf : 99-113

{وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (99) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ (108) سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111) وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (112) وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ (113) }

"Dan Ibrahim berkata, "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab, "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya),(nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia, "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, "sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian (yaitu).”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq . Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada(pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata."

Bagaimana Sang Khalilullah sebelumnya mendambakan seorang anak yang telah lama dinanti, setelah terlahir, sang buah hati bersama istri tercintanya harus ditinggalkan di padang pasir nan tandus, tanpa bekal yang mencukupi selama kurang lebih 13 tahun. Setelah tugas dakwah yang diemban terlaksana, maksud hati ingin menengok dan memanjakan sang buah hati, tapi perintah Allah lain. Sang buah hati harus di sembelih. Inilah ujian antara kecintaan kepada "makhluk" sang buah hati dengan kecintaan kepada Allah pemilik seluruh makhluk. Nabi Ibrahim as, berhasil melewati dilematika perasaannya dan menjunjung tinggi perintah Allah. 

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
"Dan sesungguhnya mengingat Allah itu sangat besar (pahala  dan derajatnya)." (QS Al Ankabut :45).

Sang Khalilullah telah berhasil menyempurnakan dan membuktikan cintanya yang begitu hebat kepada Allah swt. Sehingga kehidupannya diceritakan dalam Al-Qur'an agar kita bisa mengambil pelajaran, bagaimana seharusnya menempatkan Allah diatas obsesi dan perasaan kita.

3. Mengamalkan Sunnah 


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian“. (QS. Alu Imron: 31).
Sudah menjadi kodrat bagi para pencinta agar saling mengorbankan egoisme demi mencapai keutuhan cinta. Begitupun seseorang yang mengaku mencintai Allah tetapi "egoismenya" tidak mau ditundukkan demi meraih cinta Allah swt. 

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa.” (Diriwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih menurut Imam Nawawi. Namun penshahihan hadits ini tidak tepat menurut Ibnu Rajab).

Bukti iman atas laailaha illallah mengaplikasikan jati diri sebagai ummat dari Muhammadurrasulullah. Allah telah buat standarisasi kehidupan, agar hidup kita dicintai dan dikasihi oleh Allah nggak usah banyak omel, cintai, ikuti, dan perjuangkan sunnah Rasulullah saw. فَاتَّبِعُونِي (mengikuti aku Rasul-Nya dalam berkehidupan maupun matimu). 
Bahkan ada riwayat yang menceritakan tentang, ketika Rasulullah saw berada di Sidratul Muntaha, di langit ke tujuh, menuju Allah pada malam Isra wal mi'raj. Rasulullah saw hendak melepaskan sendalnya "dicegat" oleh Allah untuk tetap dipakai. Nabi kita Muhammad saw, memahami etika dan adab ketika berjumpa dengan Allah swt. Beliau saw melepaskan sendalnya sebagaimana Musa as melepaskan sendalnya di bukit Thuwa. 

ا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى (11) إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى (12) وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى (13) إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي (14) إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى (15) فَلا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى (16) }


Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil, "Hai Musa, sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Tuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa.” (QS: Thaha: 11-16) 

Baca juga : 
https://mujibal.blogspot.com/2018/06/5-menu-untuk-membahagiakan-dai-saat.html?m=1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Energi Wal Ashri Dalam Membangun Bisnis